Cirebon, MI.com — Pemerintah Kota (Pemkot) Cirebon, Jawa Barat, memastikan isu yang menyebut adanya kenaikan tarif Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan (PBB-P2) di daerah ini mencapai 1.000 persen, tidak benar.
Wali Kota Cirebon Effendi Edo, di Cirebon, Kamis, mengatakan kenaikan tarif memang terjadi, namun persentasenya tidak sebesar yang beredar di tengah masyarakat.
“Kalau kenaikan memang ada, namun tidak sampai 1.000 persen,” katanya lagi.
Ia menjelaskan kebijakan penyesuaian tarif PBB-P2 telah ditetapkan sejak tahun lalu ketika Cirebon masih dipimpin oleh penjabat (Pj) wali kota. Kebijakan itu disahkan melalui Peraturan Daerah (Perda) Nomor 1 Tahun 2024.
Baca juga :
- Update Bencana Angin Kencang di Kecamatan Ciawigebang: 67 Rumah dan Bangunan Rusak
- Suyudi Ario Seto Resmi jabat Kepala BNN Gantikan Marthinus Hukom
- Dr Wahyu Hidayah jabat Pj Sekda Kuningan Gantikan Beni Prihayatno
Edo, yang baru lima bulan menjabat, menyebut telah melakukan pembahasan internal sejak sebulan terakhir untuk mencari solusi agar penyesuaian tarif tidak membebani masyarakat.
“Mudah-mudahan dalam minggu ini kita sudah tahu dan formulasi yang kita buat itu sesuai dengan keinginan masyarakat. Artinya ada perubahan,” kata Edo dilansir dari Antara.Menurut dia, formulasi tarif PBB merujuk pada delapan opsi yang diberikan Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri). Kemudian dipadukan oleh pemerintah daerah, sehingga tarif yang berlaku bervariasi antarwarga.
Edo menegaskan pemerintah daerah sangat terbuka untuk menerima masukan dari warga yang merasa keberatan, serta evaluasi kebijakan saat ini sedang berlangsung guna menyesuaikan kembali dengan kondisi di lapangan.
Baca juga :
Demo Tolak Kenaikkan PBB 250 persen di Pati Ricuh, Dikabarkan 2 Tewas
“Kalau memang hasil evaluasi dan kajian menyatakan perlu diubah, ya tidak menutup kemungkinan,” katanya pula.
Ia memastikan pihaknya siap memfasilitasi audiensi dengan masyarakat terdampak kebijakan tersebut, dan diharapkan dapat menghasilkan masukan konstruktif bagi perbaikan kebijakan.
“Kami sangat terbuka melakukan audiensi dengan masyarakat yang terdampak. Semua masukan akan kami pertimbangkan,” kata Edo.
Sebelumnya, sejumlah warga di Kota Cirebon mengeluhkan kenaikan tarif PBB-P2, karena dinilai memberatkan serta berpotensi menambah beban ekonomi masyarakat.
Puluhan warga yang tergabung dalam Paguyuban Pelangi Cirebon itu meminta pemerintah daerah meninjau kembali kebijakan, yang diatur dalam Perda Nomor 1 Tahun 2024 tentang Pajak dan Retribusi.
Juru Bicara Paguyuban Pelangi Cirebon Hetta Mahendrati mengatakan kenaikan PBB tersebut dirasakan sebagian besar warga dengan besaran bervariasi mulai dari 100 hingga 200 persen, bahkan ada yang mencapai 1.000 persen.
Atas dasar tersebut, pihaknya meminta pemerintah daerah membatalkan kebijakan itu dan mengembalikan tarif PBB-P2 sesuai ketentuan pada 2023.
Ia pun mencontohkan Kabupaten Pati, Jawa Tengah, yang membatalkan kenaikan PBB sebesar 250 persen setelah mendapat masukan dari masyarakat.
Paguyuban tersebut menyampaikan empat tuntutan utama, yakni pembatalan Perda Nomor 1 Tahun 2024, pengembalian tarif sesuai tahun 2023, penegasan tanggung jawab pejabat terkait, dan imbauan kepada pemerintah daerah untuk mencari sumber pendapatan asli daerah (PAD) lain di luar pajak.
Pemkot Cirebon pada Februari 2025 sudah menerapkan skema relaksasi PBB-P2, berupa potongan bagi wajib pajak yang membayar lebih awal.
Kepala Badan Pengelolaan Keuangan dan Pendapatan Daerah (BPKPD) Kota Cirebon Mastara menjelaskan potongan diberikan bervariasi, yaitu 20 persen untuk pembayaran 13 Februari-30 April, 15 persen untuk 1 Mei-30 Juni, dan 10 persen untuk 1 Juli-30 September 2025.
Kebijakan tersebut diharapkan mendorong kepatuhan membayar pajak tepat waktu. Tahun ini, pemerintah daerah menargetkan penerimaan PBB-P2 sebesar Rp70,42 miliar dari potensi Rp75,89 miliar, dengan 86.081 lembar Surat Pemberitahuan Pajak Terutang (SPPT) yang diterbitkan.
BPKPD menilai kontribusi PBB-P2 terhadap total penerimaan pajak daerah Kota Cirebon pada 2025, diperkirakan mencapai 18,30 persen dari proyeksi Rp384,66 miliar. (Tan)**