Kuningan, MI.com – Puluhan massa dari Forum Masyarakat Peduli Kemanusiaan (FMPK) Kuningan bersama Majelis Ulama Indonesia (MUI) Kabupaten Kuningan menyoroti terkait dugaan anggota DPRD Kuningan yang menikah siri, bank emok hingga LGBT (lesbiaan, gay, biseksual, dan transgender) yang semakin marak di Kabupaten Kuningan.
Mereka diterima oleh pimpinan DPRD Kuningan yakni Ketua DPRD Nuzul Rachdy, Wakil Ketua H Ujang Kosasih, Saw Tresna Septiani dan H Dwi Basyini Natsir, di ruang rapat paripurna DPRD, Senin 2 Juni 2025. Hadir pula Ketua MUI Kabupaten Kuningan KH Dodo Syarif Hidayatullah, sejumlah kepala dinas, serta Ketua Komisi III dan IV DPRD dan juga Ketua Badan Kehormatan (BK) Eman Suherman dan jajaran.
Audiensi tersebut berlangsung hangat dan sarat kritik. FMPK menyoroti dugaan perilaku amoral sejumlah oknum anggota dewan, khususnya terkait praktik nikah siri manipulatif yang kerap digunakan untuk menutupi hubungan gelap.
Dalam pernyataan yang disampaikan Ustadz Luqman selaku juru bicara FMPK, mengungkap adanya pola “penyelesaian” skandal dengan talak tiga demi menjaga citra, tanpa tanggung jawab terhadap perempuan yang dirugikan maupun masyarakat yang merasa dikhianati.
“Ini bukan soal legalitas nikah siri, tetapi soal bagaimana agama dipermainkan untuk menutup aib. Ini kedzaliman terhadap perempuan dan pelecehan terhadap nilai-nilai agama,” tegas Lukman.
FMPK juga menuduh adanya upaya pembungkaman sejumlah media oleh oknum anggota dewan yang merasa terancam akibat pemberitaan miring. Mereka mengecam tindakan menyuap media demi menghapus berita pelanggaran etika.
Baca juga :
- Jaga Tradisi Leluhur, Desa Bayuning Milangkala ke 397
- Kades Pakapasan Girang Sudarman Lantik Kaur Keuangan dan Kadus
- Resmikan 376 KMP, Bupati Kuningan: Koperasi harus jadi Pilar Ekonomi Kerakyatan
“Rakyat Kuningan tidak butuh wakil rakyat yang pandai bersilat lidah dan bersembunyi di balik simbol Agama. Kami butuh pemimpin yang amanah, jujur, dan beradab,” lanjut Lukman.
FMPK juga menyoroti lambannya penindakan terhadap anggota dewan yang terlibat pelanggaran moral. Hanya Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) yang dinilai telah bersikap tegas dengan mem-PAW-kan kadernya yang terlibat dugaan kasus perselingkuhan. Partai-partai lain dinilai abai dan turut melanggengkan krisis etika di tubuh legislatif.
Untuk itu, kata Luqman, FMPK menuntut agar DPRD tidak hanya menjadi pendengar pasif, tetapi segera menjalankan proses etik secara transparan dan terbuka kepada publik. Mereka menegaskan bahwa anggota dewan yang terbukti melanggar harus mengundurkan diri atau dijatuhi sanksi oleh lembaga.
Selain isu moral, FMPK juga menyuarakan beberapa tuntutan lain. Diantaranya, penegakan Perda Miras dan Minuman Beralkohol (Mihol), pemberantasan peredaran obat terlarang, pencabutan izin rentenir berkedok koperasi (Bank Emok), penertiban tempat kos mesum, serta pembinaan terhadap pelaku LGBT sebagai bagian dari langkah penertiban sosial.

Massa FMPK beraudensi dengan pimpinan DPRD Kabupaten Kuningan terkait adanya lagi dugaan pelanggaran kode etik anggota Dewan, maraknya bank emok dan LGBT di ruang rapat paripurna DPRD Kuningan, Senin 2 Juni 2025. (siwindu.com)
Menurut Luqman, berbagai tuntutan ini mencerminkan keresahan masyarakat atas semakin lemahnya penegakan hukum dan merosotnya norma sosial di tingkat lokal. FPMK menegaskan akan terus mengawal isu ini sampai ada tindakan konkret dari pihak legislatif.
“Jangan pilih pemimpin karena jubah, tapi karena adab dan integritasnya. Kami tegaskan bahwa perjuangan kami bukan untuk menjatuhkan personal, melainkan untuk memulihkan marwah lembaga legislatif,” tegas Lukman Maulana.
Sementara itu, Ketua MUI Kabupaten Kuningan, KH Dodo Syarif Hidayatullah, menyampaikan dukungannya terhadap langkah FMPK. Ia menegaskan, perjuangan ini adalah bagian dari ikhtiar memperbaiki lembaga legislatif.
Menanggapi tuntutan tersebut, Ketua DPRD Kabupaten Kuningan Nuzul Rachdy, menyatakan bahwa pihaknya terbuka terhadap masukan masyarakat dan mendukung upaya penegakan etika di internal dewan.
“Terkait pelanggaran etika, siapapun dapat melaporkannya ke Badan Kehormatan DPRD. Bisa dari anggota, pimpinan, fraksi, alat kelengkapan dewan, maupun masyarakat umum,” jelas Nuzul.
“DPRD harus memikirkan rakyat. Jangan sampai justru menjadi beban pikiran rakyat. Jika kita ingin Kuningan menjadi baldatun toyyibatun wa robbun ghofur, maka tanamkan iman dan taqwa dalam diri para anggota dewan,” pintanya.
Nuzul Rachdy menyebut, akan segera bertindak terkait dugaan nikah siri dan menyerahkan ke Badan Kehormatan (BK) DPRD. Begitu pula untuk bank emok, yang merupakan penyakit masyarakat harus segera dilakukan aksi penolakan disetiap desa. Hal ini harus dikoordinasikan dengan DPDM sebagai leading sektor desa.
Sementara terkait penanganan LGBT, harus melibat seluruh komponen pemerintah dan masyarakat, termasuk MUI. (Tan)**