Makassar, MI.com –– Anggota Dewan Pers Asep Setiawan menegaskan profesi jurnalis atau wartawan yang tidak menaati kode etik jurnalistik serta tidak terverifikasi (abal-abal) dan melanggar perilakuk etika, maka dapat dilaporkan ke Dewan Pers (DP) untuk diberikan penindakan.
“Kalau ada pelanggaran-pelanggaran di lapangan jangan sungkan untuk melaporkan. Jadi jangan berentem dengan mereka (jurnalis abal-abal), laporkan saja kepada kami, akan kami follow up (tindaklanjuti), dimana tempatnya (kantor) dimana orangnya, kalau ada fotonya lebih bagus,” kata Asep Setiapan saat diskusi publik secara virtual di Makasar, Sulawesai Selatan, Sabtu, 5 Oktober 2024 lalu.
Hal itu karena DP juga memiliki Komisi Hukum dan Komisi Etika, sehingga setiap pelanggaran bisa dilaporkan, apabila memiliki bukti-bukti, dan paling penting peran jurnalis profesional ikut membantu, apabila telah terbentuk Koalisi Advokasi Jurnalis (KAJ) Sulsel yang merupakan konstituen DP seperti AJI Makasar, ITJI Sulsel, PFI Makasar dan dibantu LBH Pers.
Baca juga :
- Kongres Persatuan PWI Segera Digelar, Hendry-Zul Sepakati SC dan Peserta
- Jaga Tradisi Leluhur, Desa Bayuning Milangkala ke 397
- Kades Pakapasan Girang Sudarman Lantik Kaur Keuangan dan Kadus
Menurut dia, tidak bisa dipungkiri memang masih ada pelanggaran perilaku terutama jurnalis tidak profesional atau abal-abal. Karena dalam penyebutan jurnalis di DP hanya dua, yaitu jurnalis profesional dan tidak profesional.
“Kami sudah menerima berbagai kelurhan dan pengaduan. Dari selruruh media termasuk dari Sulawesi, dan Aceh. Kalau ada kasus pengaduan termasuk dari Lampung, maka Dewan Pers akan menimbang pengaduan itu, apakah perilaku hukum atau perilaku pelangggaran terkait kode etik,” papar dia.
Dia mengungkapkan bahwa wartawan abal-abal yang sekaligus melanggar kode etik jurnalistik, umumnya berperilaku sebagai berikut:
- Tidak terverikikasi Dewan Pers;
- Menerima suap;
- Berprofesi ganda, misalnya advocat atau pengacara merangkap jurnalis, termasuk anggota Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) yang menjadi wartawan;
- Memeras;
- Mengintimidasi.
“Apabila ada seperi ini, Dewan Pers menerima aduan perilaku dan akan di-follow up, serta diminta pertanggujawaban kemudian yang bersangkungan termasuk pimpinan medianya, dan itu sudah dilakukan. Bahkan kami mencabut sertifikat UKW bersangkutan karena melanggar,” ujarnya.
Ia menekankan, DP bertanggung jawab terhadap perilaku wartawan dan karya jurnalistiknya. Kalau ditanya, apakah DP membina, kata dia, ikut membina.
Namun demikian, jumlah anggota DP hanya sembilan orang, sedangkan yang sudah terverifikasi Ujian Kompetensi Wartawan (UKW) telah mencapai hampir 30 ribu dari total wlebih 50 ribu wartawan.
Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers, ditegaskan, dalam melaksanakan tugasnya, wartawan dilindungi undang-undang dan harus mematuhi kode etik, maka tanggungg jwab itu ada di DP.
“Perlu ditegaskan lagi, sistem pelaporan sudah jelas, silahkan. Tidak usah marah-marah di lapangan. laporkan nanti kami follow up,” tuturnya menekankan.
Hal senada disampaikan Direktur LBH Pers Makassar Fajriani Langgeng dengan menanggapi banyaknya orang menyalahgunakan profesi jurnalis untuk kepentingan kelompok atau individunya. Kendati demikian, yang bisa menindak itu adalah ranah Dewan Pers.
“Itu mekasnisme Dewan Pers diatur dalam Peraturan Dewam Pers Nomor 1 Tahun 2028 terkait keanggotaan. Disebutkan, barang siapa diduga melakukan kerja-kerja jurnalisme tidak profesional, organisasi profesi Pers bias mencabut kartu keanggotaaan atau melakukan pelaporan ke Dewan Pers dan nanti dilakukan penilaian layak atau tidanya dicatbu. Masyarakat juga bisa melaporkan,” ujar Fajri.
Diskusi publik bertema “Bagaimana Peran Pers dalam Pilkada Serentak” diselenggarakan KAJ Sulsel seusai peluncuran nama dengan nara sumber dari Anggota DP, masing-masing Ketua IJTI Sulsel Andi Muhammad Sardi, Dewan Pertimbangan AJI Makassar Nurdin Amir, serta Dirtektur LBH Pers Makassar Fajriani Langgeng dipandu Nana Djamal sebagai moderator dan dihadiri perwakilan jurnalis dari berbagai media. (Lingkar Network.id)