JAKARTA, MI.com — Ombudsman RI mengungkap delapan masalah besar dalam penyelenggaraan Program Makan Bergizi Gratis (MBG), serta menemukan empat bentuk malaadministrasi yang dinilai mengancam keberhasilan program prioritas Presiden Prabowo Subianto tersebut.
Anggota Ombudsman RI, Yeka Hendra Fatika, mengatakan kedelapan permasalahan itu menimbulkan risiko turunnya kepercayaan publik. Bahkan, hal ini telah memicu kekecewaan dan kemarahan masyarakat, sehingga diperlukan perbaikan yang cepat, terukur, dan transparan.
Langkah ini diperlukan pemerintah agar tujuan utama program MBG sebagai wujud kehadiran negara dalam melindungi dan mensejahterakan rakyat tetap terjaga. “Dari hasil kajian Ombudsman ini, kesimpulannya terdapat delapan masalah utama dalam penyelenggaraan program Makan Bergizi Gratis,” ujar Yeka saat konferensi pers di gedung Ombudsman RI, Jakarta Selatan, Selasa (30/9/2025) dilansir dari kompas.com.
Muncul Desakan Program MBG Dihentikan Dahulu Artikel Kompas.id Muncul Desakan Program MBG Dihentikan Dahulu Menurutnya, Ombudsman tidak mengharapkan program MBG dijadikan kanal yang membangkitkan kemarahan masyarakat hingga berpotensi ditumpangi kepentingan politik tertentu. “Dan ini yang harus diwaspadai di kemudian hari,” paparnya.
Baca juga :
- Puluhan Siswa SMAN 1 Luragung Keracunan usai Konsumsi MBG, Bupati Tutup Sementara SPPG
- Peternak di Desa Tundagan Resah, sudah 42 ekor Domba Diserang Binatang Buas
- Diduga Korupsi Rp9,47 Miliar, Kejari Kuningan Tetapkan Tersangka dan Menahan RMP
- Bandung Tectona Juara Kejurda Bola Voli Senior se Jabar AGP Cup 2025
Adapun, kedelapan masalah tersebut meliputi kesenjangan antara target dan realisasi capaian, maraknya kasus keracunan massal, penetapan mitra yayasan dan Satuan Pelaksana Pemenuhan Gizi (SPPG) yang belum transparan.
Lalu, keterbatasan sumber daya manusia (SDM) termasuk keterlambatan honorarium guru dan relawan, mutu bahan baku yang tidak sesuai standar, penerapan standar pengolahan makanan yang belum konsisten, distribusi makanan yang tidak tertib, hingga sistem pengawasan yang belum terintegrasi.
Dari delapan masalah, Ombudsman menemukan sedikitnya empat potensi malaadministrasi yang terjadi dalam pelaksanaan program MBG. Pertama, adanya penundaan berlarut. Kedua, adanya diskriminasi. Ketiga, lemahnya kompetensi dalam penerapan standar operasional prosedur (SOP).
Keempat, adanya penyimpangan prosedur. “Ombudsman menemukan setidaknya empat potensi malaadministrasi utama dalam penyelenggaraan program ini,” kata Yeka.
Keempat bentuk malaadministrasi bukan hanya menggambarkan kelemahan tata kelola, tetapi sekaligus menjadi pengingat penting bahwa prinsip pelayanan publik, yaitu kepastian, akuntabilitas, dan keterbukaan sebagaimana diatur oleh Undang-Undang (UU) Nomor 25 Tahun 2009 harus ditegakkan secara konsisten. Ia menekankan, langkah perbaikan yang cepat, terukur, dan transparan perlu segera dilakukan agar tujuan utama program MBG sebagai wujud kehadiran negara dalam melindungi dan mensejahterakan rakyat tidak melenceng dari harapan masyarakat. (Kompas.com)**